Halaman

2 Januari 2025

 


Mengawali tahun 2025 dengan terlibat di acara Urup 2025: Babak Terbit. Selain menjadi salah satu pemateri kelas Urup, SOKONG! juga membuka area baca. Kami membawa semua terbitan dan beberapa koleksi perpustakaan. Kami juga bagi-bagi zine cetak gratis. Zine berjudul Tanda Mata Pertemanan sendiri bisa diunduh secara gratis di sini

* * *

Tahun 2025 bersama SOKONG!, aku punya beberapa keinginan. Keinginan untuk menerbitkan 1 judul buku setiap bulan. Keinginan unttuk mulai mengelola ruang baca dan distribusi buku bersama Nia. Keinginan untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak. Keinginan untuk semakin profesional dalam menjalani peran sebagai penerbit.

Semoga keinginan-keinginan tersebut bisa tercapai. 
Amin. 

7 November 2024



Malam ini memutuskan untuk menonton IDRF (Festival Naskah Lakon) di Auditorium IFI-LIP. Menonton pertunjukan sekelompok orang membacakan naskah lakon rasanya menyenangkan. 

Benar. 

Aku menikmati satu setengah jam pertunjukan pembacaan naskah Emesis karya Heneliis Notton oleh Landung Simatupang dan Perkumpulan Seni Nusantara Baca. 

Di tengah kegelapan bangku penonton, aku merasa nyaman. 

Di tengah pertunjukan, ada sekelibat pikiran datang. Aku sedang berada di Kota Yogyakarta. Kota yang memiliki agenda seni tiap bulan, bahkan mingguan. Dari pameran, penayangan, sampai pertunjukan seni. Orang-orang di kota ini suka membikin acara berskala festival. Komunitas-komunitas seni di kota ini juga gemar membuat program publik seperti diskusi dan lain-lain. Belum ruang-ruang seni dan literasi yang sudah punya program rutin. Kenapa aku sudah jarang sekali menyediakan waktu untuk merengkuh dan menikmati semua ini? 

Di tengah menjalani peranku sebagai penerbit, aku tidak ingin sibuk sendiri. Sudah mulai ada kebutuhan untuk menikmati hidup di kota ini. Dan sekarang, seolah, aku tahu bagaimana menikmati kota ini. 

Aku menyesal tidak menonton pameran Dolorosa Sinaga di Jogja National Museum. Pamerannya berakhir hari ini. Konyol memang, melewatkan pameran yang berlangsung selama satu bulan. Tentu pameran Dolo bukan satu-satunya yang aku lewatkan. Sejak beberapa tahun lalu, hampir semua pameran seni rupa aku lewatkan. Lama tertanam di benakku kalau apa yang tersaji di pameran seni rupa tersebut adalah "omong kosong dagangan". Buatku malas datang ke pameran-pameran, bahkan yang dianggap penting oleh banyak orang. 

Ya sudah. Setidaknya, sekarang, aku punya motif baru untuk mendatangi acara-acara kesenian itu di masa mendatang. Ya, untuk menikmati kota yang aku tinggali ini. Tidak semua kota memiliki paket komplit peristiwa seni seperti di sini. Mau buat dagangan atau pendidikan atau pemberdayaan, terserah. Aku hanya ingin menikmati kota ini.