Halaman

18 Oktober 2025

 


Secara random aku bertemu dengan sebuah buku berjudul Esensialisme: Pentingkan yang Penting Saja oleh Greg McKeown. 

Ada rak buku baru di sudut ruang Bolo Space, sebuah kedai kopi di Kotabaru. TOS! Art Bookshop & Library by SOKONG! berlokasi di halaman belakang kedai kopi tersebut. Aku bertemu dengan buku Esensialisme secara tak sengaja. Ketika melihat rak buku ini, aku teringat dengan kata-kata Inun, pemilik Bawabuku, tentang kedai kopi yang menyediakan sudut baca umumnya tak punya kurasi buku yang ketat--untuk tidak menyebutnya asal-asalan. Melihat isi rak buku di Bolo memang Inun ada benarnya: acak dan koleksinya tak tentu arah. Di rak ini, novel sampai katalog film tersedia. Kondisinya pun umumnya mengenaskan. Tapi, buku tetaplah buku. Kondisi tidak memengaruhi kualitas isi, bukan? 

Ketika melihat buku-buku di rak Bolo, aku tertarik untuk mengambil sebuah buku berjudul Esensialisme. Aku pikir isi buku ini terkait pemikiran filsafat. Eh, ternyata buku motivasi alias self-help. hahaha. Lucunya lagi, setelah membuka buku ini secara asal dan membacanya, aku merasa bahwa aku butuh baca buku ini untuk menolongku yang sedang dipenuhi pikiran-pikiran busuk. hahahaha. 

Fun fact: aku bahkan sampai membawa buku ini pulang untuk aku baca di rumah. Buku ini membantuku untuk berlatih fokus pada apa yang penting sekarang. Aku jadi lebih menyediakan diriku untuk waktu sekarang. Buku ini mengingatkanku kalau masalahku selama ini adalah tidak punya waktu jeda untuk membuat rencana, berpikir, dan membuat persiapan. Terlalu sibuk memikirkan dan membayangkan kegagalan dan ketakutan dari masa lalu dan masa mendatang. Yang buatku tak melakukan apa-apa: diam tak berkutik. Suduh cukup takut dan cemasnya, ya gaessss.... 

Terima kasih bukunya, Bolo!

16 Oktober 2025

 


Akhirnya malam hari ini berhasil mengunggah konten prapesan buku terbitan SOKONG! terbaru. Menyiapkan materi untuk konten prapesan kali ini cukup berat. Seperti orang yang tidak lama lari lalu harus berlari. Badan berat bergerak.

Tahun ini aku disibukkan dengan mengelola toko buku. Ketika tiba saatnya switch ke mode penerbit lagi, aku gelagapan. Ada banyak perkara teknis yang membuatku menunda-nunda, ragu mengambil keputusan. Rasanya seperti amatir. 

Ini adalah buku pertama yang aku terbitkan tahun ini. Setelah ini, ada buku-buku lainnya yang perlu disiapkan materi konten prapesan lagi. Juga cobaan produksi cetak digital yang selalu buat aku gemetar. Apakah aku bisa terus bertahan?