Terpujilah wahai engkau ibu bapak guruRabu - Kamis (11,12/5) kemaren, saya mengunjungi "pahlawan tanpa tanda jasa" kita, Bapak Sartono. Merespon dari apa yang saya baca di sini, perasaan saya tak kuasa untuk mengunjungi beliau dan melihat keadaan beliau dengan mata kepala sendiri. mungkin ini karena perasaan subjektif saya yang berdasar pengalaman pribadi pernah menangis saat menyanyikan lagu hymne guru saat upacara perpisahan guru saya waktu sd dimana guru itu adalah guru kesayangan saya. sampai sekarang saya masih terkenang akan kesedihan itu, terutama saat menyanyikan lagu ciptaan beliau.Alasan itulah yang mendorong saya untuk melakukan perjalanan dari Jogja ke Madiun.
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sabagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Pak Sartono tinggal di sebuah rumah sederhana di jalan Halmahera no 98, Madiun. Beliau tinggal bersama istrinya, Bu Damiyati dan Bu Tuti, adik Bu Damiyati. Namun, sering - seringnya beliau sendiri di rumah karena setiap siang Bu Damiyati sibuk mengurus Paguyuban Ketopraknya sedangkan Bu Tuti juga bekerja. Saya pun baru bisa bertemu Bu Damiyati saat sudah sore, Beliau sedang sibuk mengurusi proposal untuk pertunjukkan ketropak ke Pemerintah kota. Yang saya tertarik dari Bu Damiyati yang sudah pensiun jadi guru sejak awal tahun ini adalah dalam pertunjukkan ketopraknya target market beliau adalah kelas menengah ke atas, katanya, "kalo misal ditanggap di desa, mulai jam 9 malam, kelar bisa jam 3 pagi".
Pak Sartono sendiri, saat saya ke sana, tidak banyak yang bisa dilakukan, karena Beliau juga mengalami "kepikunan". Beliau menanyai alamat saya lebih dari 5 kali, begitu juga saat Beliau cerita akan sesuatu, ceritanya hanya bolak balik dan itu - itu saja, saat saya kembali esoknya ke rumahnya pun, beliau lupa akan kedatangan saya kemaren, dan bercerita persis seperti apa yang Beliau ceritakan kemaren saat saya datang. Namun, saya memaklumi dengan sangat, bahkan saya prihatin akan keadaan Beliau.
Perlu diketahui kalo Pak Sartono semasa menjadi guru, beliau tidak pernah diangkat menjadi PNS, selain itu, lagu Hymne Guru ciptaannya yang merupakan lagu wajib nasional itu sampai sekarang tidak ada royaltinya, yang ada hanyalah piagam - piagam penghargaan. Inikah penghormatan bagi seorang "pahhlawan" bangsa? Pahlawan bagi saya bukan hanya bisa diterjemahkan bagi mereka yang menenteng senjata saja, itu terlalu harafiah. Dan apakah ini potret pemerintah dalam memeperhatikan kesejahteraan guru di negara kita? :(
Misal hati tergerak untuk membantu, silahkan bergabung di fan page "Dompet Hymne Guru" di --> http://www.facebook.com/pages/Dompet-Hymne-Guru/213364778683372?sk=info
oia, trus kalo mau baca liputan yang lebih lengkap tentang Bapak Sartono bisa baca di -> SARTONO SANG PENCIPTA LAGU HYMNE GURU atau di Sartono, Pencipta Lagu Hymne Guru yang Mulai Terganggu Daya Ingatnya.
Oia, Ada satu hal yang menarik di rumah Pak Sartono, dimana di sana ada 4 kucing betina yang semuanya disuntik agar nggak bisa punya anak. Kucing - kucing itulah yang setiap hari menjadi teman setia Pak Sartono. God Bless You Pahlawanku :))
Pak Sartono di ruang tamu ditemani salah satu kucingnya
Pak Sartono di ruang keluarga
Tempat Pak Sartono biasa tidur
Rumah keluarga Pak Sartono di Jl.Halmahera no.98, Madiun
Pak Sartono memainkan Keyboard yang sekarang tidak bisa digunakan, hadiah dari Gubernur Jawa Timur, Imam Utomo tahun 2005
Pak Sartono sedang membersihkan sepeda motor Garuda-nya, Sepeda motor ini hadiah dari Walikota Madiun tahun 2006
Pak Sartono di tempat jemur pakaian
Pak Sartono

Jasamu terlupakan seperti ausnya selembar fotomu ini pak :(








Tidak ada komentar:
Posting Komentar