Saya menyadur catatan Firman Ichsan di jurnal itu yang beberapa menceritakan tentang “perlakuan” terhadap pelaku fotografi di zaman awal kemerdekaan.
“Di era itu, para pelukis telah mencantumkan nama mereka di bidang kanvasnya. Berbeda dengan kakak beradik Mendur dan kawan – kawan yang tergabung dalam IPPHOS. Foto pengibaran Sang Saka Merah Putih 17 Agustus 1945 yang tercetak di jutaan buku sejarah, tidak juga menjadikan nama mereka dikenal masyarakat umum. Semangat nasionalisme (dan kolektif) mereka mendahului identitas mereka secara pribadi. “Dan di halaman berbeda Firman Ichsan menuliskan sesuatu yang baru saya ketahui :
“Tetapi penting dicatat kerja keras Yudhi Soerjoatmodjo di tahun 1990 an untuk kredit nama juru foto di media massa cetak, hak cipta serta hak pakai foto yang sering disalah artikan. Mengacu pada hilangnya pribadi (nama pencipta) pada karya – karya sejarah di Indonesia di awal – awal tahun kemerdekaan tadi, kini nama juru foto tertera sebagai pencipta dan bukan lagi: dokumentasi XX (nama media cetak) yang tertera pada sisi foto di satu penerbitan.”


 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar