“karya yang itu maksudnya apa to?”
Pertanyaan di atas itu tadi, tidak jarang ditemui di
percakapan sehari-hari di kampus saya, kampus yang katanya institut seni.
Terutama di jurusan saya, jurusan fotografi, banyak yang peduli dengan karya yang
dibuatnya sendiri, dan memasa bodohkan dengan apa yang dibuat orang lain, bisa
dilihat dari saat presentasi tugas di kelas. Banyak pertanyaan atau statement yang “menelanjangi”.
Saya sendiri heran dengan fenomena itu. Banyak dari kami
yang masih buta visual, padahal kami bergelut dengan visual, padahal kami
berbicara atau menulis lewat visual, dan saat kami tidak bisa mendengar atau
membaca apa yang disampaikan orang lain, bagaimana komunikasi bisa terjadi?
Saya sendiri sering mengalami kondisi serupa. Memang dunia
visual itu dunia yang entah, dunia lain, hahaha. Seperti sastrawan yang
memasukkan teka-teki dalam setiap karyanya, memenuhi katanya dengan metafora, membiarkan
pembacanya untuk bebas berimajinasi sesuai dengan pengalamannya. Begitu juga
mereka yang bergelut di visual. Ketakterbacaan menjadi suatu yang mahfum. Semakin tinggi “derajat” si pembuat karya,
sering semakin tak terbaca karya itu, yang bisa dirasakan sekedar emosi dan
kekaguman, sekedar itu, tak ada dampak lain selain termotivasi pingin buat
karya juga. Hahahaha. Kalo itu terjadi, berarti ada sesuatu yang miss dari kita, pembacanya.
Seringkali saya sendiri mencoba untuk membaca karya
seseorang, sampai dahi berkerut-kerut, dan akhirnya menyerah karena wilayah
pemikiran saya yang masih tak seberapa. Cuma menebak-nebak secara subyektif
yang pastinya juga bukan itu maksudnya, hahahaha. Namun, saya ingat pesan dari
seorang seniman asal Padang yang saya lupa namanya, saat saya bertanya tentang
untuk apa seniman susah-susah memamerkan karyanya jika apa yang disampaikannya
99 % tak sampai atau miss kepada
penontonnya, padahal pesan yang ingin disampaikan senimannya sangat bagus, kan
percuma. Mendengar pertanyaan saya itu, dia terus mengajak saya keluar ruang
pameran, lalu mengambil rokok, dihisapnya dalam-dalam, dan dia lalu
berbagi pengalaman, dan salah satunya dia bilang begini; “Datang ke pameran bukan tentang mencari arah (bertanya kepada
seniman langsung tentang apa maksud karyanya), tapi memahami wilayah pemikiran
si senimannya. Jika wilayah pemikiran seniman misal 9 dan kamu cuma bisa
mendapat 2 saja, maka kamu sudah berhasil membacanya”. Jujur saya langsung
blank saat itu juga, lalu pamit, hahahahahahahahahahaha.