“Hendaknya kita tidak mengisi hidup kita dengan tantangan-tantangan yang menyiksa. Dan oleh karena itu, sebaiknya mari kita isi hidup kita dengan tugas-tugas yang menyenangkan dan membuat kita menjadi selalu bergairah. Tugas-tugas yang kita merasa bahwa kita memang dilahirkan untuk itu.” - Kurt VonnegutSelesai ujian semester ini, saya mulai berpikir tentang apa yang sudah saya lakukan selama 6 bulan belakangan ini. Mengarungi satu semester yang sangat melelahkan hati dan pikiran. Di luar konteks ketidak sukaan saya dengan beberapa pengampu di matakuliah yang saya ambil dimana parahnya beberapa matakuliah itu adalah mayor di jurusan saya, saya akhirnya menemukan sebuah "rumah" yang sejatinya memang saya tinggali. rumah itu bernama PRESSISI.
PRESSISI merupakan UKM Pers Mahasiswa di kampus saya, ISI Yogyakarta yang tercinta, dimana saya beruntung bisa berada di sebuah UKM Pers generasi pertama. Persma ini memang baru berdiri, dan saya bersama 43 anggota lainnya adalah generasi pertama di Persma ini.
Di luar dari carut marut sistem kerja di edisi pertama yang akan diterbitkan besok Sabtu (14/1)ini, saya akhirnya menemukan esensi dari keberadaan saya di Persma ini. Saat masuk pertama di Persma ini, sebagai fotografer, jujur saya inigin menjadikan Persma ini sebagai batu loncatan saya untuk mengarungi dunia jurnalistik yang sebenarnya esok kelak . Namun, visi saya itu akhirnya berubah seketika ketika saya bertemu dengan berbagai macam persoalan dan masalah tentang sistem kerja di sebuah media, khususnya di keredaksian Majalah.
Sebelumnya, dalam prinsip saya, fungsi foto di media adalah Media sebagai berita itu sendiri, karena saya berkiblat pada majalah - majalah di luar majalah seni.Namun, ternyata yang saya alami sungguh berbeda. Di media yang rencananya akan konsen di bidang seni ini, foto di sini nanti berfungsi sebagai pendukung tulisan dalam berita itu sendiri. Ada sekelumit cerita yang sempat saya perdebatkan dengan teman saya saat proses lay out majalah Arteffect kemaren, dimana saya mendebatkan antara pemilihan foto atau ilustrator yang akan mendukung sebuah tulisan tentang sesuatu. Cerita ini akan saya ceritakan di post setelah ini :D.
Sebelumnya saya sempat galau, sebenarnya,apa peran foto dalam majalah ini selain hanya mendukung tulisan, yang artinya sebagai ilustrasi belaka? Namun atas kehendak Tuhan saya dipertemukan oleh masalah di atas tadi sehingga saya jadi paham, apa sebenarnya peran foto selain berperan sebagai bagaian artistik di media tersebut.
Ada beberapa hal yang saya dapatkan untuk diri saya sendiri, tetapi banyak juga dari proses selama 3 bulan kemaren (majalah cetak setiap 3 bulan) beberapa pembelajaran mengenai sistem kerja seorang fotografer di majalah (seni). ternyata ada 2 tipe, yang pertama adalah bank foto dan yang kedua adalah keredaksian.
Bank foto adalah dimana setiap fotografer menyapu bersih segala event dan isu - isu yang sedang terjadi di lingkungan kampus. Dimana nantinya foto - foto itu akan menjadi arsip dan nantinya "siap pakai". Sedangkan keredaksian adalah dimana untuk membuat foto, seorang fotografer mesti terlebih dahulu berkoordinasi dengan redaktur foto, redaktur tulis, dan reporter. Apa fungsi koordinasi ini? fungsinya agar foto dan tulisan yang dihasilkan nantinya sinkron dan nyambung.
mmmm....Ada banyak hal yang ingin saya ceritakan lagi tentang apa yang sudah saya dapat selama proses pembuatan majalah ArtEffect ini. Namun, dilanjut di posting berikutnya saja ya saya ceritakannya (kalo sempet :p). Yang jelas, Semakin kesini saya semakin ingin tahu tentang dunia jurnalisme (seni), khususnya di dalam keorganisasiannya. Sungguh capek dan melelahkan, tetapi saya merasa tidak capek sama sekali, bahkan antusias saya semacam hiperbolis. Saya punya obsesi di Persma ini, dan saya berharap waktu sisa pengabdian saya yang tersisa 9 bulan nanti bisa menghasilkan sesuatu buat saya sendiri, orang lain, dan Almamater saya yang absurd. Trus kuliah saya bagaimana? Kuliah bagi saya hanyalah sekedar formalitas!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar