Di dunia internet, tersesat itu selalu, dan ini salah satu
cerita di dalam ketersesatan saya....
Gatel sekali melihat komentar orang-orang untuk foto yang
berhasil membuat saya lama ngelamun di depan layar komputer warnet murahan
dekat rumah sore ini tadi. Saya mengandai-andai, jika punya keempatan untuk
ikut nimbrung mengomentari foto itu di akun instagram si itu, kira-kira saya
mau komentar apa ya.......
Saya lalu coba menuliskannya secara otomatis, dan ini
komentar saya:
----
Laut, cakrawala, sedikit daratan, sedikit kabut, perahu-perahu kecil, menyebar. Simbolik
sekali. Di mana manusia? Perahu digunakan untuk mencari ikan? untuk para turis?
Perahu yang setelah berjalan akan pulang lagi? Mereka hidup? Perahu-perahu
puitik! Perahu sebagai perahu itu sendiri, bersama laut, sebagai pendampingnya,
hahahaha. Hening, sepi, tenang, indah. Tak perlu ada manusia di sana karena
perahu-perahu itu sudah sangat hidup bersama laut! Jika tali yang menambat
dapat dilepas, perahu-perahu itu bisa bergerak sendiri tanpa bantuan manusia,
bergerak bebas, berjalan dengan bantuan angin dan ombak laut, bebas? Sayangnya
hanya manusia yang mempunyai kendali, bisa mengarahkan, dan memberi tujuan.
Tanpa manusia, perahu itu pada saatnya akan limbung, pecah, tenggelam, dan
mati, tak berguna, dilupakan.
Aku butuh kamu, kalian. Kamu pun butuh aku, mereka. Kita
cuma perahu, butuh manusia untuk mengendalikan, mengarahkan, dan memberikan
tujuan, bukan dengan kesendirian, apalagi sok kuat saat berhadapan dengan laut.
---
Apakah mungkin sebuah foto bisa sering dimaknai secara
reflektif seperti barusan ini? Menikmati dengan cara memahami yang ingin disampaikan
oleh objek-objek yang ada di foto itu. Sering nggak kadang mendengar mereka
ingin berbicara tentang sesuatu, hanya sayangnya empati butuh waktu. Mereka
ingin berdialog, hanya yang mau mendengarkannya emang ada?
Mungkin sih mungkin, tapi itu butuh keseloan tingkat menengah, hahahaha.
98,39 % saya percaya komentar yang kutulis di atas itu
bukanlah apa yang dipikirkan si pemotretnya. Seperti yang pernah saya baca tentang
cerita seorang penari yang ditanya pendapatnya perihal tafsiran yang
berbeda-beda dari penonton yang melihat pertunjukkannya, dan jawabannya
menarik:
“Tentu. Tarian itu mengenai semua hal yang dikatakan tadi dan tak mengenai satu pun dari hal-hal itu. saya tak pernah mengalami apa yang mereka alami, dan tiap orang menarik kesimpulannya sendiri. Yang saya bikin hanya sekedar sebuah tarian, yang bercerita tentang tubuh-tubuh yang jatuh.”
Tafsiran-tafsiran yang seperti saya lakukan tadi, yang prive,
inilah yang sebenarnya tidak penting karena semua orang ya sebetulnya sudah
tahu, dan itu semacam tafsiran retoris. Mungkin itu tafsiran draft awal. hahahaha. Untuk
tafsiran lebih lanjut untuk menggali yang lebih penting (dan bermanfaat buat
banyak orang, yang bernilai, yang intelek, katanya) butuh keseloan tingkat tinggi karena
mesti menyentuh dimensi-dimensi lain yang huek-huek.
Dan saya sendiri tidak punya waktu untuknya, mungkin begitu juga dengan
para komentator di akun instagram itu yang terima kasihnya memberi saya
bahan buat menulis hari ini. Daripada berusaha untuk menembus ke dimensi antah
berantah, lebih baik ngelamun lagi dulu aja ya.....dadah

Tidak ada komentar:
Posting Komentar