Halaman

Foto Dokumenter

Bisa kuliah formal fotografi di salah institut seni di Yogyakarta pada awalnya membuat saya senang karena saya berasumsi akan dibimbing oleh dosen - dosen yang berkompeten di bidangnya. Namun, setelah setengah jalan saya merasakan proses belajar mengajar di sana, saya dibuat kecewa. Memang tidak semua dosen di tempat saya mengecewakan saya, tapi hampir semua dosen di sana mengecewakan saya. Saya sendiri menilai buruknya cara mengajar dosen - dosen itu karena mereka bukan praktisi di bidang yang mereka ajar. Keterbatasan dosen di kampus saya membuat dosen yang tidak kompeten di bidangnya "dipaksa" mengajar di matakuliah yang tidak dikompteninya. Berabe kan?

Dan salah satu dosen yang saya sungguh sangat kecewa adalah dosen saya di kelas dokumenter. Bagi saya cara pengajaran beliau sangat kontroversial sekali, bagaimana bisa foto dokumenter dinilai dari segi artistiknya saja? dinyatakan bagus kalo foto itu menyamankan mata untuk melihat saja? dan membenarkan foto dokumenter tanpa caption alias biar "foto yang berbicara"? yang terakhir ini saya ingin membahasanya nanti. apakah semudah itu membuat foto dokumenter? asal indah saja? asal foto itu kalo dilihat oleh mata bisa menyamankan saja? Tidak bagi saya! lalu apa bedanya dengan kelas fotografi dasar 1 - 3 kami yang menekankan membuat foto baik dan benar dulu yang notabene motret dengan pendekatan artistik?

Dosen saya membatasi pengertian dokumenter dari pengertian ini :
"Merekam atau menggambarkan dengan artistik kejadian faktual sebuah event atau fenomena sosial atau kultural (1969:8)"
- Kamus Webster
"merupakan evidence bagi sesuatu hal yang pernah ada atau terjadi, sehingga makna historisnya dapat digunakan pada waktu mendatang sebagai catatan atau laporan kebenaran objektif akan sesuatu hal yang pernah ada atau yang telah terjadi"
- Graham Clarke

Kalo menurut saya, seharusnya beliau tidak membatasi pengertian sampai di situ saja, karena mahasiswa akan berpikir kalo foto dokumenter yang penting punya nilai keindahan sama historis doank, tanpa berpikir akan pemilihan objek yang mempunyai nilai dan pesan serta menyiratkan opini si pembuatnya?

Di bawah ini pengertian foto dokumenter yang saya rangkum dari berbagai sumber:
"Visualisasi dunia nyata yang dilakukan oleh seorang fotografer yang tujuannya untuk memberitahu sesuatu hal yang penting dan memberi opini atau pendapat yang tentunya dimengerti oleh khayalak"
- Majalah Life
"Elemen utama foto adalah realitas, sementara estetika dan kreativitas berfungsi sebagai pelengkap. Sementara itu, teks pengantar memberikan konteks yang diperlukan, setidaknya menurut sang fotografer, supaya audiens mendapat pesan yang utuh dari foto tersebut. Yang terpenting, teks pengantar menyampaikan pemaparan tentang suatu isu dalam bentuk informasi yang tidak tergambar dalam foto"
- www.potretnusa.net/perihal
Bagi saya, Beliau (dosen saya) seharusnya mengajari mahasiswanya untuk berpikir lebih keras, bukannya malah memudahkan mahasiswanya dalam pengerjaan tugas. Ini namanya pembodohan, dan saya sungguh tidak terima.

Soal nilai artistik/estetika pada sebuah foto dokumenter, saya setuju dengan:
“Pesan lebih penting dari perantaranya”. Artinya, nilai estetika tidak mengalihkan perhatian audiens dari pesan dalam foto. Estetika foto penting karena foto yang indah dapat memenangi perhatian audiensnya, terlebih di tengah-tengah gempuran visual suguhan dunia modern sekarang ini. Tetapi, Potret Nusa berniat lebih jauh agar audiens memerhatikan isu di balik foto itu, tidak hanya menikmati daya tarik visualnya. Bila foto diibaratkan sebagai jendela, Potret Nusa berusaha supaya audiens tidak hanya termenung melihat lewat jendela, melainkan keluar rumah dan berpartisipasi, menjadi subyek, mengambil bagian dalam isu dan peristiwa
- www.potretnusa.net/perihal
Dan lagi saya juga tertarik dengan pernyataan ini:
"Pesan dalam fotografi dokumenter biasanya bersifat tersurat dan tidak berhenti pada fakta visual yang terpapar di hadapan kamera"
- www.potretnusa.net/perihal
Sudahlah, mungkin akan sulit untuk melawan dosen karena semua otoritasnya sebagai dosen dalam menilai foto dokumenter. Yasudah, saya hanya bisa memberontak dan melawan meskipun nilai saya harus dikorbankan karena tidak sesuai dengan kemauan dosen saya. Idealisme saya lebih penting dibanding nilai bagus yang diberikan dosen saya :D

2 komentar:

  1. Bener Pras, aku setuju pendapatmu.

    Menurutku,
    Dokumenter, terlebih dokumenter sosial itu perlu adanya teks sehingga opini/pesan dari fotografer dapat tersampaikan dengan baik ke pembaca, setidaknya itu (sangat) membantu.

    Jika hanya berpegang pada foto saja, bisa menimbulkan berbagai makna atau bahkan bisa kehilangan makna.

    Beda dengan foto yang tujuan awalnya memang untuk karya artistik, cukup judul yang ditulis dan biarkan foto yang berbicara.

    Dan jangan biarkan nilai menghancurkan idealisme mu. ;)

    BalasHapus
  2. sependapat sa :)) thanks atas berbagi pemikiran dan kunjunganmu, :))

    memang tergantung konteksnya ya, mau menyampaikan informasi atau hanya keindahan saja. thx :)

    BalasHapus