Halaman

28 Mei 2022

 

Baru hari ini dengan penuh kesadaran aku merasakan percikan kebahagiaan sekejap. Baru hari ini setelah.....aku lupa kapan terakhir kali merasakannya. Lama sekali sepertinya. Sekejapnya perasaan ini bisa dipadankan dengan durasi terbenamnya matahari. Kondisi langit kejingga-jinggaan seperti itu cuma bisa dinikmati sebentar, bukan? Waktunya cukup untuk menyuntikkan endorfin. Antusiasme sekonyong-konyong menggelinjang. 

Semua berawal dari sebuah buku dan warung kopi. Dalam sepekan, ini kali kedua aku duduk di sebuah warung kopi yang sama untuk membaca buku seorang diri. Dari pukul 13.00 – 17.30. Aku ternyata lebih suka berdiam diri membaca buku di ruang publik, sendiri, alih-alih di rumah. Ada perasaan terkoneksi dengan dunia. Bahkan campur aduk suara orang-orang di sekitar bisa sedemikian membuat hati nyaman. Mendengar riuh rendah suara mereka membuatku merasa hadir terlibat. Aku masih menjadi bagian dari hidup. 

Aku sedang membaca novel terbitan Moooi Pustaka berjudul Susu dan Telur karya Kawakami Mieko yang diterjemahkan oleh Asri Pratiwi Wulandari. Terjemahannya mengagumkan. Aku masih sampai di pertengahan cerita. Bagian yang membuatku tak habis pikir sampai saat ini adalah kehadiran Catatan Midoriko yang menyela beberapa jalan cerita pada bagian pertama novel ini. Catatan yang dibuat oleh seorang anak perempuan berusia hampir 12 tahun bernama Midoriko ini salah duanya berisi keresahannya tentang menstruasi dan pertanyaan ‘kenapa ibu melahirkannku?’. Midoriko mogok bicara dengan ibunya yang berencana melakukan implan payudara. Jika ingin berkomunikasi, ia menulis di buku catatan kecilnya. Ibunya yang membesarkannya seorang diri pun kesal, tapi tak bisa marah. Midoriko kecil tak bisa jauh dari ransel yang berisi buku catatannya. Ia terlihat sering menuangkan apa saja di buku catatannya. Mikako, ibunya, tak pernah membaca catatannya. Sementara itu si protagonis, Natsuko, bibinya, pernah membuka catatan Midoriko selama dua puluh menit pada suatu malam ketika kakak dan keponakannya itu berkunjung ke apartemennya di Tokyo. Kepolosan dan keresahan anak perempuan itu terbaca, meski sebagian saja.

Aku memilih waktu terbaik untuk pulang. Ketika lampu jalan sudah dinyalakan dan langit belum gelap benar. Kondisi terbaik untuk berkendara sambil mendengar sebuah lagu tema. Momen kebahagiaan sekejap hadir di atas jalan raya. Pertemuan singkat yang membahagiakan indra. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar